tazmiera.com- Dalam diskursus fikih bersenntuhan dengan wanita dipandang sebagai perkara yang dapat membatalkan wudhu. Kentut dan buang air kecil maupun besar juga dapat mambatalkan wudhu. Pertnyaanya kemudian adalah mengapa menyentuh wanita membatalkan wudhu? Apakah wanita termasuk dalam sesuatu yang “menjijikan” dan ‘’kotor”, sehingga bersentuhan dengannya berakibat dapat merusak kesucian wudhu?
Pendapat tentang bersentuhan dengan wanita membatalkan wudhu didasarkan kepada al-qur’an surat almaidah ayat 6 dan surat annisa’ ayat 43
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,
dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur. (Almaidah:6)
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Annisa’:43)
Redaksi ayat لَامَسْتُمُ
النِّسَاءَ sebagaimana
disebutkan dalam dua ayat diatas menunjukkan bahwa bersentuhan antara pria dan
wanita membatalkan wudhu. Dalam hal ini tidak ada perbedaan dan peselisihan
pendapat ulama. Namun yang diperselisihkan mereka adalah makna dari maksud kata
mulamasah itu sendiri.
Sebagian ulama memahami kata mulamasah itu
sebagaimana dalam teks ayat diatas sebagai sebuah hubungan badan suami istri.
Dan yang lainnya menyatakan bahwa mulamasah itu bersentuhan kulit sebagaimana
yang umum dipahami oleh kita semua.
Diantara ulama yang berpendapat mulamasah
sebagai hubungan suami-istri adalah imam
ali ibnu abbas, abu musa ubaydah, al hasan dan as syatibi. Menurut mereka
memegang perempuan (istri) dengan tangannya tidak wajib berwudhu, atau wudhunya
dianggap tidak batal.
Sedangkan menurut mahzhab Imam Syafi’I,
persentuhan sebagaimana dalam pembahasan ini (mulamasah) kepada yang
bukan mahramnya dengan tanpa pembatas maka wudhu yang bersangkutan menjadi
batal.
Jadi kesimpulanya adalah bahwa pemahaman tentang konsep pembahasan tentang batal atau tidaknya wudhu kita ketika usai bersentuhan dengan lawan jenis tergantung pada sejauhmana pemahan kita menelaah pendapat para imam mahzab. Jika kita condong pada pendapat Imam Syafi’I maka wudhu kita akan menjadi batal, namun ketika kita berpendapat lebih condong pada pendapat ulama yang lain yang tidak membatalkan maka sesungguhnya itu juga tidak salah.
Dan yang tidak kalah penting dari itu semua adalah jangan kemudian kita saling
menyalahkan satu sama lain hanya karena kita tidak memahami konsep dasar apa
yang saudara kita pahami dan mereka kerjakan.
Wallahu’alam bisowab.
Cak Subhan